Tuesday, August 9, 2016

Memoarku

Please don't make me wait too late tomorrow comes, and I will not be late. Late today when it becomes tomorrow, I will leave to go away. Goodbye, My Love...

Hari ini aku bangun dengan banyak hal yang harus aku selesaikan. Memulai sesuatu terkadang lebih mudah daripada menyelesaikannya, atau bahkan untuk mengatakan itu selesai. Beberapa waktu lalu, seorang teman memberikan aku sebuah peta. Ia tahu bahwa aku sedang mencari sesuatu, dan menurutnya saat itu, ia coba untuk menolongku. Melihat dengan seksama dan mempelajari tiap jalan yang ada di dalamnya, aku merasa ragu itu petunjuk akan apa yang sedang aku cari. Terlihat persis dengan yang sedang kucari, tapi rasanya tidak nyaman dan tidak pas dihatiku. Namun, tekanan akan pencarianku yang sudah lima tahun aku jalani, membulatkan tekadku, bahwa peta itu menuju apa yang kucari. Peta yang diberikan oleh temanku, menjadi tragedi dikemudian hari. Tepatnya hari ini!

Aku memutuskan mengembalikan peta tersebut pada teman yang beberapa waktu lalu, memberikannya padaku. Alasannya sederhana. Ia sendiri pula yang menjabarkannya. Peta itu bukan bantuannya untuk membuatku tiba ditujuanku, tapi ditujuannya. Dia tak pernah sejenak pun berusaha untuk menolongku. Hanya ingin membuktikan sesuatu pada dirinya. Bahwa ia, mendapati aku lebih membutuhkan daripada dirinya. Membuktikan bahwa aku bukanlah diriku yang dulu, yang dikenal tak pernah mencari sesuatu, karena semua tersedia dengan tepatnya didepanku. Ia ingin membuktikan bahwa aku yang dulu telah hilang dan sekarang menjadi tunawisma yang mengembara mencari sesuatu yang tak lagi tersedia dengan mudahnya.

Ia berhasil dan membuatku kembali menapaki jalan yang ingin kutinggalkan. Pencarianku berakhir dan aku kembali menelusuri jalan terlarang. Jalan yang aku sudah minta bantuan Si Bos untuk menutupnya. Aku kembali menjadi pecundang dan dipermalukan. Seketika tak hentinya manusia-manusia yang terlibat dengan peta yang diberikan itu menyerangku. Bukan hanya temanku itu saja, karena banyak sekali yang terlibat didalam peta itu. Manusia-manusia yang tak ramah dan memiliki arogansi disaat aku bertemu dengan mereka diawal aku menggunakan jalan dalam peta itu. Mendadak mereka menggunakan sejuta kata manis, memperdayaku untuk melakukan yang mereka inginkan, menggunakan peta itu dan mengakhiri pencarian di pos yang mereka rancang di dalam peta itu. Sejuta kata dilayangkan kepadaku dari pagi hingga sore menjelang dan tak membiarkanku untuk menikmati keputusanku. 

Memang demikianlah manusia-manusia yang terlibat dalam pembentukan peta apapun. Saat mereka mendapati tangan yang menggunakannya tidak tiba di stasiun yang mereka rancang atau memutuskan untuk tidak lagi menggunakan peta tersebut, mereka akan meneror dengan sejuta kata manis, yang jika tidak direspon, akan diganti dengan sejuta kata yang tidak layak disebutkan. Tapi jika mereka yang memutuskan untuk membuang tangan-tangan dari pos dan jalan yang mereka rancang atau dengan kata lain mencabut peta mereka dari tangan-tangan yang menadah, maka bukan sejuta kata yang diberikan, hanya beberapa belas kata. Tak adil? Tapi demikianlah manusia-manusia peta. Dan kalian pasti punya kenangan juga akan manusia-manusia seperti itu. Itu sebabnya aku memutuskan untuk memberikan mereka dan temanku beberapa belas kata, saat mengembalikan peta tersebut. 

Yang kusesali dari tragedi ini adalah kembalinya aku menapaki jalan yang rencananya dan sedang kuusahakan untuk kutinggalkan. Ada banyak kenangan tentang manusia-manusia peta lain yang pernah mengisi kehidupanku yang lalu, dan semua kenangan itu menyakitkan. Seharian ini aku berkubang dengan lumpurnya dan terdesak hingga ke pangkal tenggorok. Mungkin ini memang takdir. Aku tak berjodoh dengan yang kucari dan aku tidak mampu melakukan pencarian dengan baik.

No comments:

Post a Comment